Nexus Seni Rupa Indonesia dan Swiss dalam Pameran Lukisan “Crossing Lines” di Locarno
Pameran seni rupa 'Crossing Line' yang merupakan gabungan mahakarya dua maestro seni asal Indonesia dan Swiss, Made Wianta dan Stephan Spicher (foto doc.Kemenlu) |
Locarno, Swiss LenteraIndoNews.com - Pameran seni rupa 'Crossing Line' yang merupakan gabungan mahakarya dua maestro seni asal Indonesia dan Swiss, Made Wianta dan Stephan Spicher, resmi dibuka oleh Duta Besar RI Ngurah Swajaya, pada Jumat, (21/03) di Il Rivellino Leonardo Davinci Gallery, Locarno, Swiss.
“Bahasa seni merupakan bahasa pemersatu yang membawa pesan perdamaian, terlepas dari perbedaan bahasa, etnis, budaya dan agama", tegas Dubes Ngurah dalam sambutan pembukaannya. "Dalam konteks hubungan Indonesia dan Swiss, perbedaan budaya dan jarak yang begitu jauh dijembatani oleh persahabatan dan kolaborasi dalam karya seni rupa." lanjut beliau.
Pameran yang dikurasi oleh Yudha Bantono tersebut menampilkan puluhan karya Made Wianta dan Stephan Spicher. Pameran ini berhasil menarik perhatian dari para pecinta seni di Swiss, termasuk Wakil Direktur Museum der Kulturen Basel, Duta Besar negara sahabat, serta dukungan dan sambutan dari Pemerintah Kanton Ticino.
Pameran 'Crossing Line' di Locarno tahun 2024 menjadi titik 25 tahun kolaborasi antara Spicher dan Wianta. Pameran 'Crossing Line' pertama diselenggarakan di tahun 2001, dimana karya-karya Stephan Spicher dan Made Wianta dipamerkan dalam eksibisi yang diprakarsai oleh Urs Ramseyer di Museum der Kulturen Basel. Eksibisi ini mencoba menciptakan dialog antara representasi Timur dan Barat melalui garis-garis di atas kanvas kedua maestro dari dua negara. Dengan dialog ini, Wianta dan Spicher mencoba menantang stereotip dan misrepresentasi dalam seni Barat maupun Timur, untuk menciptakan keharmonisan dan perdamaian.
Sejak pameran “Crossing Lines" yang pertama tahun 2001, Stephan Spicher menghabiskan beberapa tahun tinggal dan hidup di Bali. Selama di Indonesia, Stephan terpesona bukan hanya oleh alam dan budaya Bali, tetapi juga oleh cara hidup masyarakat yang terikat erat oleh tradisi. Meskipun sangat terkesan dengan budaya ketimuran, karya-karya Stephan konsisten pada nilai dan teknik Eropa-sentris .
Sebaliknya almarhum Made Wianta yang menghabiskan bertahun-tahun di tanah Eropa merespons secara antusias kehidupan di Eropa melalui lukisan-lukisannya. Meski teknik dan pesan dalam karya Made Wianta bernilai universal, karya-karya yang lahir darinya tidak pernah mengkhianati nilai ketimuran yang ditampilkan dalam goresan-goresan kuasnya.
“Permainan garis memegang peranan penting dalam menyampaikan gagasan seorang seniman, dimulai dengan sapuan kuas hingga lekukan pensil yang halus. Crossing Line juga menceritakan pertemuan antara Bali dan Basel, yang menjadi latar belakang yang mempengaruhi pandangan kedua seniman," demikian disampaikan Yudha Bantono.
Dalam pameran kali ini, Yudha Bantono juga mendatangkan instalasi seni “Art and Peace" karya Made Wianta (1999) yang melibatkan 2000 penari yang membawa 2000 meter banner yang berisikan pesan perdamaian dalam berbagai Bahasa. Dalam proyek seni ini, Wianta menyampaikan pesan-pesan mengenai isu sosial dan kemanusiaan serta ajakan perdamaian.
Selain menandai 25 tahun sejarah kolaborasi pesan perdamaian 'Crossing Lines' dari dua maestro Indonesia - Swiss ini, lokasi pameran di Galeri Seni il Rivellino, di Kota Locarno juga menyimpan catatan yang menarik.
Il Rivellino merupakan satu dari sedikit sisa benteng pertahanan militer dari Abad ke 16 yang dilestarikan di Locarno. Bangunan ini didesain dan dibangun oleh Leonardo Da Vinci, yang kemudian menjadi tempatnya bersembunyi dan berkarya selama masa perang. Pada masa sekarang, il Rivelino dikelola secara pribadi oleh keluarga Sciolli di bawah pengawasan Kanton Ticino.
Perjalanan dan pertemuan seni Made Wianta dan Stephan Spicher telah menjadi momen prestisius yang diabadikan di il Rivellino. Wianta merupakan seniman Indonesia pertama yang karyanya dipamerkan di Il Rivellino Leonardo Davinci Gallery. Pameran 'Crossing Lines' akan terbuka selama satu bulan dari tanggal 21 Maret – 21 April 2024.(Red)